
Oleh Jenifer Martins Lopes
Mahasiswi Semester 4 D-III Keperawatan
STIKes Maranatha Kupang
Hallo Everyone!
Saya Jenifer Martins Lopes, dan kali ini saya ingin berbagi sedikit cerita tentang satu bulan terakhir yang penuh pengalaman berharga. Sebagai mahasiswi semester 4, saya menjalani praktik klinik di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang selama empat minggu. Praktik ini saya sebut sebagai momen “life lately”—karena benar-benar mengubah cara saya memandang dunia keperawatan.
Selama sebulan itu, saya bergiliran praktik di dua tempat: dua minggu pertama di Ruang Rawat Inap Kelimutu, dan dua minggu berikutnya di Poliklinik, meliputi Poli Hemodialisa (HD), Penyakit Dalam, Jantung, Onkologi, Paru, dan Bedah. Pengalaman ini tidak hanya mengasah kemampuan teknis saya sebagai calon perawat, tapi juga melatih cara saya berkomunikasi, bekerja dalam tim, dan memahami pasien sebagai manusia seutuhnya.
Ruang Kelimutu: Melatih Hati dan Tangan
Di minggu pertama dan kedua, saya bergabung di Ruang Kelimutu, ruang rawat inap kelas 3 untuk pasien laki-laki dewasa. Di sini, saya berhadapan dengan berbagai kondisi seperti gagal jantung, stroke, diabetes, pneumonia, dan infeksi saluran kemih. Hari-hari saya diawali dengan mengikuti overan bersama Karu (Kepala Ruangan) dan perawat senior, kemudian mengkaji pasien secara head to toe, mengukur tanda vital, dan membantu mereka memenuhi kebutuhan dasarnya.
Saya juga terlibat langsung dalam berbagai tindakan keperawatan: mulai dari membantu pemasangan infus, memberikan obat, hingga merawat luka. Rasanya deg-degan sekaligus bangga bisa belajar langsung di tengah kondisi nyata. Saya juga belajar bagaimana mencatat hasil pengkajian, membuat diagnosis keperawatan dengan pendekatan SDKI, SLKI, dan SIKI, serta menulis perkembangan pasien secara sistematis.
Satu pengalaman yang begitu membekas adalah ketika merawat seorang pasien Ca Bulli dan istrinya—mereka berasal dari kampung yang sama dengan saya. Setiap kali saya datang, istri pasien selalu menyambut dengan cerita dan kekhawatirannya. Saya hanya bisa menjadi pendengar yang baik, sambil berusaha memberi semangat dan meyakinkan bahwa mereka tidak sendiri. Saya belajar bahwa merawat bukan sekadar tindakan medis, tapi juga tentang hadir dengan empati.
Pada Kamis, 26 Juni 2025, kami menyelenggarakan seminar pertama. Kelompok saya membahas kasus pasien DM Tipe 2 dan TBC. Diskusinya intens, banyak masukan dari CI ruangan, dosen, dan rekan sejawat. Dari sini, saya menyadari bahwa pengkajian yang teliti adalah kunci untuk membuat diagnosis yang tepat.
Poliklinik: Menyusuri Ragam Kehidupan Pasien
Memasuki minggu ketiga dan keempat, saya berpindah ke area poliklinik. Setiap harinya, saya praktik di ruang yang berbeda, dan dari situ saya belajar bahwa setiap pasien datang dengan kisah yang unik.
Minggu Ke-3
- Senin–Selasa, Poli Hemodialisa (HD):
Saya belajar mengenai prosedur dialisis, cara memantau tanda vital sebelum dan sesudah tindakan, dan pentingnya menjaga keseimbangan cairan. Saya juga mendampingi pasien saat proses edukasi singkat tentang diet dan pembatasan cairan.
- Rabu–Kamis, Poli Penyakit Dalam:
Pasien-pasien dengan penyakit kronis seperti DM, hipertensi, dan hipertiroid datang silih berganti. Saya bertugas membantu pemeriksaan vital, mencatat hasil konsultasi, dan mendampingi pasien saat menerima edukasi. Interaksi ini membuat saya semakin memahami bahwa menjadi perawat juga berarti menjadi pendamping hidup jangka panjang bagi pasien-pasien kronis.
- Jumat–Sabtu, Poli Jantung:
Saya berkesempatan melakukan pemeriksaan EKG dan mencatat riwayat singkat pasien. Di sini, saya banyak berdiskusi dengan perawat tentang pengelolaan pasien dengan gagal jantung dan hipertensi berat. Rasanya luar biasa bisa memberikan edukasi langsung kepada pasien dengan penyakit jantung koroner.
Minggu Ke-4
- Senin–Selasa, Poli Onkologi:
Ini adalah pengalaman yang paling menyentuh secara emosional. Saya mendampingi pasien yang menjalani kemoterapi dan melihat langsung perjuangan mereka. Saya belajar bahwa menjaga privasi dan memberikan dukungan psikososial adalah bagian penting dari perawatan pasien kanker.
- Rabu–Kamis, Poli Paru:
Saya membantu mengukur SpO₂, mengkaji pasien dengan TB paru, dan memberikan edukasi tentang etika batuk dan perilaku hidup bersih. Saya sadar bahwa edukasi sederhana sekalipun bisa sangat berarti bagi pasien.
Pada Kamis, 10 Juli 2025, seminar kedua dilaksanakan. Kali ini kelompok kami membahas kasus Anemia dan CKD On HD. Seminar berlangsung lebih rapi, mungkin karena kami sudah belajar dari seminar sebelumnya. Kami pun semakin percaya diri menyampaikan hasil asuhan keperawatan secara runtut dan jelas.
- Jumat–Sabtu, Poli Bedah:
Hari-hari terakhir saya isi dengan belajar perawatan luka, mengganti balutan, dan observasi pencabutan jahitan. Saya juga membantu menyiapkan alat-alat steril dan belajar teknik aseptik yang tepat. Yang paling menarik adalah saat saya memberikan edukasi kepada pasien tentang perawatan luka di rumah agar tidak terjadi infeksi lanjutan.
Refleksi Penutup
Sebulan praktik ini benar-benar membuka mata saya tentang seperti apa dunia keperawatan sebenarnya. Tidak hanya soal tindakan keperawatan, tapi juga soal sikap, empati, komunikasi, dan profesionalisme. Saya belajar bahwa menjadi perawat berarti siap hadir secara utuh: dengan ilmu, dengan hati, dan dengan keinginan untuk terus belajar.
Saya merasa lebih siap untuk menapaki tahap praktik berikutnya, dengan semangat yang lebih besar dan tekad untuk menjadi perawat yang bukan hanya cakap, tapi juga peduli.
Editor: Saverinus Suhardin





